IMAM ABU HANIFAH
Nama dan Nasab Beliau
Beliau adalah al-Imam Abu Hanifah Numan bin Tsabit bin Zauthi at-Taimi Maula Bani Taim bin TsaTabah. Beliau aslinya adalah keturunan bangsa Parsi.
Kelahiran Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 80 H di Kufah.
Sifat-sifat Beliau
Beliau berwajah tampan, selalu berpakaian rapi, selalu berbau harum, berperawakan sedang, fasih dalam bicaranya, dan merdu suaranya. Beliau tidak berbicara kecuali jika menjawab, dan tidak bicara kecuali pada hal-hal yang perlu.
Beliau masyhur dengan kecerdasannya, keberaniannya, kewarasannya, kelembutannya, dan kedermawanannya.
Pertumbuhan dan Guru-guru Beliau
Ketika masih kecil beliau dibawa oleh ayahandanya, Tsabit bin Zauthi, ke tempat Ali bin Abu Thalib maka Ali bin Abu Thalib رضي الله عنه mendo’akan berkah kepada beliau dan keturunan beliau.
Beliau pernah melihat Anas bin Malik رضي الله عنه ketika datang ke Kufah, hanya saja tidak pernah meriwayatkan satu pun hadits dari Anas maupun yang lainnya dari kalangan sahabat.
Di antara guru-guru beliau adalah Atha’ bin Abu Rabah yang merupakan yang paling tua dari guru-guru beliau dan paling afdhal, asy-Sya’bi, Jabalah bin Suhaim, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuz, Amr bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qatadah, Qais bin Muslim, Aun bin Abdullah bin Utbah, Qasim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, Muharib bin Ditsar, Abdullah bin Dinar, Hakam bin Utaibah, Alqamah bin Martsad, Ali bin Aqmar, Abdul Aziz bin Rafi’, Athiyah al-Aufi, Hammad bin Abu Sulaiman yang beliau banyak belajar fiqh kepadanya, Ziyad bin Ilaqah, Salamah bin Kuhail, Ashim bin Kulaib, Simak bin Harb, Ashim bin Bah-dalah, Sa'id bin Masruq, Abdul Malik bin Umair, Abu Javfar al-Baqir, Ibnu Syihab az-Zuhri, Muhammad bin Munkadir, Abu Ishaq as-Sabfi, Malik bin Anas yang lebih muda dari beliau, dan yang lainnya.
Beliau begitu memperhatikan hadits hingga beliau menempuh perjalanan untuk mencarinya. Adapun dalam masalah fiqh dan kerumitan logika, beliau mencapai puncak ilmunya sehingga kaum muslimin banyak yang mengambil ilmu tersebut dari beliau.
Baca Juga: Abdullah ibn Mas'ud
Murid-murid Beliau
Di antara murid-murid beliau adalah putranya sendiri Hammad bin Abu Hanifah, Ibrahim bin Thahman, Asbath bin Muhammad, Ishaq al-Azraq, Asad bin Amr al-Bajali, Ismail bin Yahya ash-Shairafi, Ayyub bin Hani’, Hamzah az-Zayyat yang satu thabaqah dengan beliau, Abu Ashim an-Nabil, Abdullah bin Mubarak, Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, Abu Yusuf al-Qadhi, dan yang lainnya.
Pujian Para Ulama Kepada Beliau
Yahya bin Mavin berkata: "Abu Hanifah tsiqah dalam masalah hadits."
Ali bin Madini berkata: "Abu Hanifah tsiqah la ba'sa bihi."
Abdullah bin Mubarak berkata: "Seandainya Alloh tidak menolongku dengan sebab Abu Hanifah dan Sufyan maka sungguh aku akan seperti manusia pada umumnya."
Beliau juga berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih berwibawa di majlisnya, lebih bagus sifatnya, dan lebih lembut dibanding Abu Hanifah."
Beliau juga berkata: "Abu Hanifah adalah yang paling faqih di antara manusia."
Qasim bin Ma'n berkata: "Tidak ada majelis yang lebih bermanfaat daripada majelis Abu Hanifah."
Asy-Syafi’i berkata: "Dikatakan kepada Malik: Apakah engkau pernah melihat Abu Hanifah?" Malik menjawab: 'Ya, aku melihat seorang laki-laki yang seandainya engkau bicara dengannya agar menjadikan tiang ini menjadi emas maka sungguh dia akan menegakkan hujjahnya."
Abu Mu’awiyah adh-Dharir berkata: "Kecintaan kepada Abu Hanifah termasuk sunnah."
Al-Kharibi berkata: "Tidaklah mencela Abu Hanifah kecuali orang yang hasad atau orang yang jahil."
Ali bin Ashim berkata: "Seandainya ilmu Abu Hanifah ditimbang dengan ilmu orang-orang sezamannya pasti lebih berat ilmu Abu Hanifah."
Hafsh bin Ghiyats berkata: "Perkataan Abu Hanifah dalam masalah fiqh lebih lembut dibandingkan dengan sya’ir dan tidak mencelanya kecuali orang yang jahil."
Diriwayatkan bahwasanya A’masy ditanya suatu permasalahan maka dia berkata: "Sesungguhnya yang bisa menjawab ini adalah Nu’man bin Tsabit al-Khazzaz dan aku menduga bahwa dia diberkahi ilmunya.”
Hasan bin Shabbah berkata: "Nu'man bin Tsabit menurut pengetahuan kami sangat berhati-hati dalam menerima khabar, dan jika telah shahih menurutnya khabar dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم dia tidak melampauinya kepada yang lainnya."
Abu Dawud berkata: "Sesungguhnya Abu Hanifah adalah seorang imam, Malik adalah seorang imam, dan asy-Syafi’i adalah seorang imam."
Kritikan Para Ulama Kepada Beliau
Para ahli hadits membicarakan beliau karena beliau banyak menggeluti ra’yi dan qiyas.
Ibnu Abdil Barr berkata: " Orang-orang yang meriwayatkan dari Abu Hanifah, mentsiqahkannya, dan memujinya lebih banyak daripada orang-orang yang mengkritiknya."
Kezuhudan Beliau
Beliau pernah diminta oleh Ibnu Hubairah untuk menjadi qadhi tetapi beliau enggan meskipun beliau dipukul agar mau menjadi qadhi.
Mutsanna bin Raja" berkata: "Abu Hanifah jika bersumpah atas nama Alloh bershadaqah satu dinar, dan jika memberikan nafkah kepada keluarganya beliau bershadaqah dengan jumlah yang semisalnya."
Ibadah Beliau
Asad bin Amr berkata: "Abu Hanifah shalat Isya" dan Shubuh dengan sekali wudhu" selama 40 tahun.
Abu Yusuf berkata: "Abu Hanifah selalu menghidupkan malam dengan shalat dan do"a."
Di Antara Perkataan-perkataan Beliau
Abu Hanifah berkata: "Semua yang datang dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم maka kami terima semuanya, dan apa yang datang dari para sahabat kami memilihnya, dan apa yang selain itu maka mereka laki-laki dan kami laki-laki."
Beliau berkata: "Kencing di dalam masjid lebih baik dari pada sebagian qiyas."
Beliau berkata: "Tidak selayaknya seseorang menyampaikan hadits kecuali dengan yang dia hafal ketika dia mendengarkan hadits tersebut dari gurunya."
Beliau berkata: "Semoga Alloh melaknat Amr bin Ubaid karena dialah yang membuka pintu ilmu kalam kepada manusia."
Beliau berkata: "Semoga Alloh membinasakan Jahm bin Shafwan dan Muqatil bin Sulaiman, yang ini berlebihan dalam menafikan sifat dan yang itu berlebihan dalam tasybih."
Beliau berkata: "Tidak halal atas seorang pun mengambil perkataan kami selama dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya."
Beliau berkata: "Orang yang tidak tahu dalilku haram atasnya berfatwa dengan perkataanku."
Beliau berkata: "Jika hadits itu shahih maka dia adalah madzhabku."
Beliau berkata: "Sesungguhnya kami adalah manusia, kami mengatakan suatu perkataan hari ini kemudian besoknya kami rujuk."
Beliau berkata: "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم, maka tinggalkanlah perkataanku.
Baca Juga: Biografi Al-Hafidz Ibnu Hajar Asqalany
Pemikiran Irja' Beliau
Beliau dengan imamah beliau dan kegigihan beliau untuk ittiba’ kepada dalil tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan layaknya seorang manusia yang tidak ma’shum.
Telah masyhur dari beliau pemikiran Irja’ yaitu bahwa beliau memandang bahwa Iman adalah pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan lisan, dan bahwasanya amalan tidak masuk dalam definisi Iman.
Hal ini menyelisihi kesepakatan para ulama salaf bahwasanya Iman adalah pembenaran dengan hati, perkataan, dan perbuatan sebagaimana didukung dengan banyak sekali dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah.
Abu Abdurrahman al-Muqri’ berkata: "Abu Hanifah demi Alloh adalah seorang murji’ah, dia menyeruku kepada Irja' tetapi aku enggan." (as-Sunnah, Abdullah bin Ahmad, 1/223)
Yahya bin Ma’in berkata: "Abu Hanifah adalah seorang murji’ah dan dia termasuk penyeru." (as-Sunnah, Abdullah bin Ahmad, 1/226)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa al-Imam Abu Hanifah terpengaruh oleh guru beliau Hammad bin Abu Sulaiman yang mengatakan amalan tidak termasuk dalam penamaan Iman, dan bahwa Hammad bin Abu Sulaiman dalam masalah ini menyelisihi guru-gurunya seperti Ibrahim an-Nakha’i dan yang lainnya yang begitu keras di dalam melawan Irja’ (Majmu Fatawa 7/119)
Hanya saja telah datang beberapa riwayat dari beliau yang mengisyaratkan bahwasanya beliau telah rujuk (bertaubat) dari pemikiran murji’ah sebagaimana riwayat dari Ibnu Abdil Barr dengan sanadnya dari Hammad bin Zaid bahwasanya dia telah rujuk dan meninggalkan pemikiran Irja'nya.
Kemudian Hammad bin Zaid membawakan riwayat hadits "Manakah Islam yang lebih afdhal?..." dan berkata kepada Abu Hanifah: "Tidakkah engkau melihat bahwasanya Rasulullah صلي الله عليه وسلم ketika ditanya manakah Islam yang lebih utama maka Rasulullah صلي الله عليه وسلم menjawab: Iman, kemudian beliau menjadikan hijrah dan jihad termasuk Iman?" Maka terdiamlah Abu Hanifah dan berkata sebagian sahabat beliau kepada beliau: "Tidakkah engkau menjawabnya wahai Abu Hanifah?" Abu Hanifah berkata: "Aku tidak menjawabnya karena dia membawakan hal ini dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم." (at-Tamhid, Ibnu Abdil Barr, 9/247).1
Inilah sikap Abu Hanifah dan para imam terhadap nash syar’i: selalu menerima, ridha, dan pasrah dengan sempurna terhadap dalil; tidak seperti perilaku para pendewa akal sekarang yang begitu lancang dan berani terhadap nash-nash dari Alloh dan Rasul-Nya!
Cobaan Beliau
Bisyr bin Walid berkata: "Khalifah al-Manshur meminta Abu Hanifah agar menjadi Qadhi Negara sampai-sampai al-Manshur bersumpah bahwa Abu Hanifah harus menerima jabatan tersebut, maka Abu Hanifah juga bersumpah bahwa beliau tidak akan mau menerimanya, berkatalah Rabi’ pengawal Khalifah: 'Bagaimana Amirul Mukminin bersumpah dalam keadaan engkau bersumpah?! Abu Hanifah berkata: 'Amirul Mukminin lebih mampu membayar kafarah sumpahnya daripada-ku." Maka beliau dijebloskan ke penjara hingga beliau meninggal dunia."
Wafat Beliau
Al-Imam Abu Hanifah wafat di Baghdad pada bulan Sya'ban tahun 150 H dalam usia 70 tahun. Semoga Allah meridhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya.
Wallohu A'lam bish shawab.
0 Response to "IMAM ABU HANIFAH"
Post a Comment