-->

Pengantin Yang Meninggalkan Shalat Jum'at dan Shalat Berjamaah

Di antara kesalahan buruk yang biasa dilakukan orang awam adalah yang mana mereka menyatakan: "Diperbolehkan bagi seorang pengantin untuk tidak menghadiri shalat jum'at, maupun shalat berjamaah di masjid."




Ini adalah cara pembuktian yang fasid (salah), Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan sanad yang sampai kepada Abu Qilabah, hadis dari Anas, ia mengatakan "Juga termasuk sunah, apabila seorang laki-laki menikahi seorang gadis, sesudah menikah dengan janda, maka ia tinggal di rumahnya selama satu minggu, dan apabila ia menikah dengan janda sesudah ia menikah dengan gadis, maka ia tinggal di rumahnya selama tiga hari, sesudah itu lalu membaginya."

Abu Qilabah mengatakan: "Kalau perlu aku tegaskan, bahwa Anas memarfu'kan hadis itu kepada Nabi Saw."

Muhammad Al-'Atabi Al-Qurthubi rahimahullah ditanya tetang pengantin yang baru mulai mendekati istrinya pada malam hari jum'at, apakah ia boleh meninggalkan shalat jum'at esok harinya?" Ia menjawab: "Tidak boleh, juga tidak boleh meninggalkan shalat berjamaah baik dhuhur maupun ashar. Ia tidak boleh meninggalkan semua itu, dan harus berangkat!" 

Selanjutnya ia mengatakan: "Barang siapa yang berpendpat seperti itu, memberi fatwa secara bodoh, niscaya akan segera menyebar di kalangan masyarakat."

Dengan ini terbuktilah, bahwa sikap seperti ini adalah kesalahan baik pada masa lalu maupun masa kini, dan masih saja ada orang-orang yang "sok pintar" berfatwa seperti itu. Tiada daya maupun kekuatan selain dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.       


Muhammad Ibnu Rusyd bersandar pada pendapat Suhnun dan Malik rahimahumallah, ia mengatakan: "Terbuktilah ucapan Suhnun, terjadi di kalangan masyarakat, bahwa hal itu mengandung kebenaran, orang (pengantin baru) tidak berangkat melaksanakan shalat jum'at maupun shalat berjamaah lainnya. Dan ini adalah sikap kebodohan yang terang-terangan, seperti yang dikatakan Malik rahimahullahu Ta'ala, sedang segi kesalahan nya sudah jelas."

Kemudian beliau rahimahullah mengatakan: Pendapat Malik yang menyatakan "Aku heran dengan seorang pengantin yang meninggalkan seluruh shalat berjamaah, maka artinya menurut pendapat saya ialah: Alangkah mengherankanku kalau ada pengantin yang meremehkan dengan meninggalkan sebagiannya karena sibuk dengan kepengantiannya, sibuk bersenang-senang dan cenderung pada istrinya.

Dan hukum ini berlaku juga pada (shalat berjamaah) yang selain shalat jum'at, yang sebelumnya sudah diterangkan sifat fardhunya. Allahlah Yang Maha Kuasa mengaruniakan taufiq.

Al-Hafidz Ibnu Hajar, menjelaskan suatu peringatan seraya berkata: "Adalah makruh bagi seorang yang memperlambat-lambat lebih dari tujuh atau tiga hari, dari shalat berjamaah dan seluruh perbuatan kebajikan lain yang sebelumnya biasa dilakukannya, dan ini ditetapkan oleh Asy-Syafi'i."

Dikutipkan keterangan dari Ibnu Daqiqil 'Ied, yang pernyataannya adalah:

"Sebagian fuqaha Malikiah menetapkannya, dan telah menjadikan ketetapan di kalangan mereka, halangan yang bisa menggugurkan kewajiban Shalat Juma'at adalah apabila ia sedang dalam proses pernikahan. Kewajiban menjadi gugur, karena bertentangan dengan kaidah-kaidahnya, karena dalam kondisi seperti ini, etika maupun sunahnya adlah tidak ditinggalkan untuk melaksanakan kewajiban yang lain." 

Tatkala para ulama belakangan menyadari hukum seperti ini, padahal hakikatnya tidak layak untuk dijadikan alasan mereka mendapat inspirasi untuk berpendapat bahwa shalat jum'at adalah sebatas "fardhu kifayah" saja, dan pendapat seperti ini adalah sangat keliru, sebab ucapan orang yang menyatakan seperti ini memberi jalan bagi masyarakat untuk menyatakan alasan berhalangan. 

Dengan begitu ia telah berbuat salah, lebih lanjut ia pun telah berbuat salah sejak awalnya sebagaimana dibuktikan oleh nash-nash yang menegaskan bahwa para imam menetapkannya sebagai fardhua'in, dari keterangan Ibnu Daqiqil 'Ied, maka jelaslah bagi kita yang mana sudah kita sadari bahwa shalat jum'at adalah suatu kewajiban.

Yang paling khusus di antara seluruh shalat wajib, dengan berbagai kelebihan yang tidak terdapat pada shalat-shalat yang lain sebagaimana dinyatakan dalam ijma' ditambah berbagai kekhususan lain, diharuskan menegakkannya, mengadakan mimbar, mengeraskan bacaan.

Bahkan ditekankan bagi orang yang tidak segera mengejar shalat jum'at adalah seperti orang yang melaksanakan shalat ashar saja. 


Shalat jum'at termasuk tiang dari fardhu-fardhu islam, sarana terbesar dalam upaya menyatukan umat muslimin, dan ia adalah sarana pertemuan terpenting dari seluruh pertemuan yang lain, ia diwajibkan selain pertemuan Arafah.

Barang siapa yang sengaja meninggalkan dengan meremehkannya, niscaya hatinya akan disumbat oleh Allah, shalat jum'at akan membuahkan pendekatan (kepada Allah Ta'ala) pada hari kiamat nanti, juga akan meningkatkan kelebihan tambahan pahalanya sesuai dengan kedekatannya kepada imam, dan kedinian berangkatnya menuju shalat jum'at.

Oleh karena itu, hendaklah setiap muslim meningkatkan hasratnya kuat-kuat untuk menghadiri shalat jum'at, dan jangan sekali-kali mencari-cari alasan dengan alasan yang remeh, sebab alasan itu tidak akan laku di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. 

0 Response to "Pengantin Yang Meninggalkan Shalat Jum'at dan Shalat Berjamaah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel