-->

AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH


Sesungguhnya mendapati sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah nikmat yang besar dari nikmat-nikmat Alloh عزّوجلّ

Manis dan nikmatnya hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang shalih dan bersungguh-sungguh pada hari-hari tersebut. Maka sudah menjadi kemestian bagi seorang muslim untuk menyingsingkan baju dan menambah kesungguhanya dalam menjalankan ketaatan pada bulan ini.

Abu Utsman an-Nahdi mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.

Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:

1. Puasa

Disunnahkan bagi setiap muslim untuk puasa sembilan hari pertama pada bulan Dzulhijjah, karena puasa termasuk amalan solih yang dianjurkan pada bulan ini. Ummul Mu’minin Hafsoh رضي الله عنها menuturkan:

أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَتِسْعًا مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ

Adalah nabi صلى الله عليه وسلم puasa Asyura, sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dan tiga hari pada setiap bulan.

Lebih ditekankan lagi puasa pada hari Arafah sebagaimana akan datang penjelasannya sebentar lagi insya Alloh عزّوجلّ.

2. Takbir

Termasuk amalan shalih pada hari-hari ini adalah memperbanyak takbir, tahlil, tasbih, istigfar dan doa. Dzikir sangat dianjurkan pada seluruh waktu dan setiap keadaan, kecuali keadaan yang dilarang. Alloh عزّوجلّ berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى? جُنُوبِكُمْ  فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ  إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا 

Ingatlah Alloh عزّوجلّ di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (QS.an-Nisaa: 103).

Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata: “Yaitu pada seluruh keadaan kalian”.

3. Haji

Bagi yang Alloh عزّوجلّ karuniai kecukupan rizki maka hendaklah dia menunaikan ibadah haji, karena haji merupakan kewajiban dan rukun islam. 

Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji menurut cara dan tuntunan yang disyariatkan, maka insya Alloh عزّوجلّ dia termasuk dalam kandungan sabda nabi صلى الله عليه وسلم yang berbunyi:

العُمْرَةُ إِلىَ العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ

Umrah ke umrah adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga. (HR. Bukhari: 1683, Muslim: 1349)

Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’i, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan.

Bila ada yang bertanya, bagaimanakah kriteria haji mabrur?

Pertama: Ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ  وَذَ?لِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ 

Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan. (QS. Al-Bayyinah: 5)

Kedua: Ittiba’ kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dan menjauhi perkara-perkara bid’ah haji. Beliau sendiri bersabda:

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

Contolah cara manasik hajiku. (HR. Muslim 1297)

Ketiga: Harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ, لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik. (HR. Muslim 1015)

Keempat: Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ  فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ  وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ 

Barangsiapa yang menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rafats (kata-kata tak senonoh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan pada masa haji. (QS. Al-Baqarah: 197).

Kelima: Berakhlak baik antar sesama, tawadhu dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya.

Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr رحمه الله dalam at-Tamhid 22/39: “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal”.

Baca Juga: Bulan Dzulhijjah

4. Memperbanyak amalan shalih

Termasuk hikmah Alloh عزّوجلّ, Dia menjadikan media beramal tidak hanya pada satu amalan saja. 

Bagi yang tidak mampu haji, jangan bersedih, karena disana masih banyak amalan salih yang pahalanya tetap ranum dan siap dipetik pada bulan ini. Diantara contohnya shalat sunnah, dzikir, sadaqoh, berbakti pada orang tua, amar ma’ruf nahi mungkar, menyambung tali persaudaraan dan berbagai macam amalan lainnya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ صَلىَّ الغَدَاةَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلىَّ رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ [ قَالَ ] قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Barangsiapa yang shalat subuh berjama’ah kemudian duduk berdzikir hingga terbit matahari, setelah itu dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala seperti pahala haji dan umrah. Perawi berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: “Sempurna.. sempurna.. sempurna”.

5. Berkurban

Anjuran berkurban

Berkurban termasuk ibadah yang disyariatkan oleh Alloh عزّوجلّ berdasarkan nash al-Qur’an, hadits dan kesepakatan ulama.

Alloh عزّوجلّ berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

Maka Dirikanlah shalat Karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS.al-Kautsar: 2).

Alloh عزّوجلّ memerintahkan Nabinya untuk meggabungkan dua ibadah yang agung ini; yaitu shalat dan kurban. Keduanya termasuk ketaatan yang paling agung dan mulia. Tidak ragu lagi, shalat ied masuk dalam keumuman ayat Dirikanlah shalat Karena Rabbmu dan kurban masuk dalam kandungan ayat berkorbanlah.

Abdullah bin Umar mengatakan: “Nabi صلى الله عليه وسلم tinggal di Madinah sepuluh tahun dan beliau selalu berkurban”.

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barangsiapa yang menyembelih setelah shalat sungguh telah sempurna penyembelihannya, dia telah mencocoki sunnah kaum muslimin. (HR.Bukhari: 5560, Muslim: 1961)

Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah meninggalkan Udhiyyah (kurban)”.

Adapun kesepakatan ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah رحمه الله : “Kaum muslimin telah sepakat disyariatkannya kurban”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله berkata: “Tidak ada perselisihan bahwa berkurban termasuk syiar agama Islam”.

Apa yang harus dijauhi oleh orang yang akan berkurban?

As-Sunnah telah menunjukkan bahwa orang yang akan berkurban wajib mencegah dirinya dari memotong rambut, kuku atau mengupas kulitnya, sejak awal Dzulhijjah sampai ia menyembelih kurbannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم yang berbunyi:

فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

Apabila hilal Dzulhijjah telah terlihat, dan salah seorang diantara kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga ia menyembelih kurbannya. Dalam riwayat yang lain; janganlah ia mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun. (HR. Muslim:1977)

Perintah ini menunjukkan wajib, larangannya bersifat pengharaman menurut pendapat terkuat.

Hikmah larangan hadits diatas karena orang yang berkurban mirip seperti orang yang menjalani ibadah haji dalam sebagian amalannya, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh عزّوجلّ dengan kurban, hingga diapun terkena sebagian hukum dan larangan seperti orang yang sedang ibadah haji.

Agar berkurban membawa berkah

Berkurban termasuk ibadah. Karena termasuk dalam wilayah ibadah, maka tidak akan diterima hingga terpenuhi dua syarat;

Pertama: Ikhlas karena Alloh عزّوجلّ

Kedua: Sesuai dengan tuntunan syariat yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Dua syarat ini terangkum dalam firman Alloh عزّوجلّ yang berbunyi:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـهُكُمْ إِلَـهٌ وَاحِدٌ  فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا 

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya. (QS.al-Kahfi: 110).

Al-Hafizh Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Firmannya hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh yaitu apa yang sesuai dengan syari’at Alloh عزّوجلّ

Dan firmannya janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada rabbnya yaitu orang yang beribadah hanya mengharapkan wajah Alloh عزّوجلّ semata tidak mempersekutukannya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, harus ikhlas karena Alloh عزّوجلّ dan sesuai dengan syariat rasululah.

Baca Juga: Bulan Ramadhan

Jika demikian, syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan ketika berkurban?

Pertama: Sesuai dengan syariat dalam jenis hewan dan usianya. Adapun jenis hewan kurban terbatas pada unta, sapi dan kambing. Alloh عزّوجلّ berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّـهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ  فَإِلَـ?هُكُمْ إِلَـهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ 

Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (QS.al-Hajj: 34).

Unta dan sapi mencukupi tujuh orang yang kurban, sedangkan kambing hanya untuk satu orang saja.

Sedangkan usia hewan kurban, apabila berkurban dengan unta hendaklah memilih yang sudah genap limatahun, apabila sapi maka yang sudah genap dua tahun, dan apabila kambing yang sudah genap setahun.

Kedua: Berkurban dengan hewan yang tidak ada cacatnya. Yaitu cacat berupa; buta yang sangat jelas, sakit yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.

Berdasarkan hadits yang berbunyi:

أَرْبَعٌ لاَ يَجُزْنَ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي

Empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban; buta sebelah pada mata yang sangat jelas, sakit yang jelas terlihat, pincang yang jelas dan yang tidak berakal karena sudah terlalu lemah.

Empat jenis cacat ini tidak boleh ada pada hewan kurban. Ibnu Qudamah رحمه الله berkata dalam al-Mughni (13/369): “Kami tidak mengetahui ada perselisihan dalam masalah ini”.

Imam al-Khotthobi رحمه الله mengatakan: “Di dalam hadits diatas terdapat keterangan bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban di maafkan. Karen nabi صلى الله عليه وسلم berkata: Yang jelas butanya, yang jelas sakitnya, maka cacat sedikit yang tidak jelas di maafkan”.

Disana ada beberapa cacat yang dibenci akan tetapi tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti; telinganya putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, giginya tanggal dan lain sebagainya.

Kapan waktunya?

Waktu mulai bolehnya menyembelih hewan kurban adalah jika telah selesai pelaksanaan shalat Iedul Adha. Berdasarkan hadits;

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا

Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum shalat Iedul Adha, maka hendaklah dia mengulang lagi sebagai gantinya. (HR.Bukhari: 5562, Muslim: 1976)

Barangsiapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum selesai shalat Iedul Adha, maka daging sembelihannya hanya daging biasa bukan daging kurban. 

Diriwayatkan bahwa sahabat mulia Abu Burdah meyembelih kambingnya sebelum shalat Iedul Adha, mengetahui hal itu maka Rasululloh bersabda:

شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ

Kambingmu yang engkau sembelih adalah daging biasa. (bukan daging kurban). (HR.Bukhari: 5557, Muslim: 1961) 

Sedangkan batas waktu terakhir penyembelihan kurban adalah sampai akhir hari tasyrik.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ

Seluruh hari Tasyrik adalah waktu penyembelihan (kurban).

Baca Juga: Bulan Syawwal

6. Taubat

Taubat adalah kembali kepada Alloh عزّوجلّ dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi. 

Menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.

Maka kewajiban bagi seorang muslim apabila terjatuh dalam dosa dan maksiat untuk segera bertaubat, tidak menunda-nundanya, karena dia tidak tahu kapan kematian akan menjemput. 

Dan juga perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka dosanya akan besar, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya.

0 Response to " AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel