-->

IMAM AL-BUKHARI



Di antara tokoh ternama lagi menonjol dengan khidmahnya dalam bidang ilmu hadits, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail yang lazim dikenal dengan nama Imam al-Bukhari. Sebuah nama yang sangat dikenal dalam sejarah Islam, terutama oleh para insan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits. Beliau adalah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah. Dilahirkan di Bukhara selepas shalat Jum'at, tepatnya tanggal 13 Syawal 194 H

Ayah Imam al-Bukhari, seorang yang bertakwa dan wara', sempat belajar dari Imam Malik  رحمَ الله dan berjumpa Hammad bin Zaid dan Ibnul Mubarak Namun Allah berkehendak mewafatkannya saat Imam al-Bukhari masih kanak-kanak. Karena itu, beliau tumbuh dan berkembang dalam tarbiyah dan asuhan sang ibu. 

Pada masa kanak-kanak, Muhammad bin Ismail sempat mengalami kebutaan. Suatu malam, sang Ibu bermimpi melihat Ibrahim al-Khalil alihis salam dan berkata kepada ibunya, "Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan kepada anakmu karena engkau banyak menangis (banyak berdoa)". Di pagi harinya, penglihatan putranya kembali normal.

BENTUK FISIK IMAM AL-BUKHARI 

Imam Ibnu 'Adi رحمَ الله mengatakan, Aku pernah mendengar Hasan bin Husain al-Bazzaz berkata, Aku melihat Muhammad bin Ismail seorang yang berbadan kurus, tidak tinggi dan tidak (juga) pendek'.

BELAJAR SEJAK BELIA 

Imam al-Bukhari رحمَ الله memulai perjalanan ilmiahnya sejak dini. Beliau telah menghafalkan al-Qur'an semenjak kecil juga. Inilah salah satu faktor Allah عزّوجلّ mengilhamkan pada Muhammad bin Isma'il kecil untuk menyenangi menghafal hadits-hadits Nabi Saw. 

Imam al-Bukhari رحمَ الله menceritakan, "Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak aku masih di madrasah. Saat itu, usiaku sekitar 10 tahun, hingga aku keluar dari madrasah itu pada usia 10 tahun. Aku mulai belajar kepada ad-Dakhili dan ulama lainnya. 

Suatu saat, beliau membacakan satu hadits di hadapan orang-orang (dengan sanad dari) Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim. Maka aku berkata kepadanya, "Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan (hadits) dari Ibrahim". la pun menghardikku. Lantas aku berkata, "Coba telitilah kembali kitab aslinya". la pun memasuki rumah dan meneliti kembali, kemudian keluar dan bertanya, "Bagaimana penjelasannya wahai anak muda?". Aku menjawab, "(Yang dimaksud) adalah Zubair bin Adi dari Ibrahim". 

Beliau lantas mengambil penaku dan mengoreksi kitabnya, seraya berkata, "Engkau benar". Imam al-Bukhari رحمَ الله juga pernah menceritakan, "Aku pernah belajar kepada para fuqaha Marw. Saat itu aku masih kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majlis mereka, aku malu mengucapkan salam kepada mereka. 

Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, "Berapa banyak (hadits) yang telah engkau tulis?". Aku menjawab, "Dua (hadits)". Orang-orang yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang Syaikh berkata, "Janganlah kalian menertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang menertawakan kalian". 

Demikianlah gambaran bakat keilmuannya telah tampak. Pada usia 16 tahun, beliau sudah menghafal kitab karangan Imam Waki' رحمَ الله dan Ibnul Mubarak رحمَ الله. Kemudian pada usia 17 tahun, beliau telah dipercaya oleh salah seorang gurunya Muhammad bin Salam al-Bikandi untuk mengoreksi karangan-karangannya. 

Bersama Ibu dan saudaranya, pada usia 18 tahun, Muhammad bin Isma'il pergi haji ke Mekah. Beliau tetap bertahan di kota suci itu untuk meneruskan mendalami hadits bersama para Ulama di sana, sementara keluarga beliau pulang.

MENIMBA ILMU BERSAMA LEBIH DARI SERIBU GURU  

Pertama-tama, Imam al-Bukhari menimba ilmu dari Ulama setempat. Beliau berguru kepada Muhammad bin Salam al Bikandi, Abdullah bin Muhammad bin 'Abdullah bin Ja'far bin Yaman al-Ju'fi al-Musnidi, dan ulama lainnya. Selanjutnya, beliau keluar dari kampung halamannya dan mengembara mendatangi banyak kota untuk memperdalam ilmu hadits. 

Kota Balkh, Naisabur, Ray, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Syam, beliau datangi dalam rangka mencari dan mendatangi Syaikh-Syaikh mumpuni dalam bidang hadits. Tak pelak, Syaikh (guru) beliau pun berjumlah banyak, bahkan beliau sendiri yang menyatakan hal ini, "Aku menulis (hadits) dari seribu lebih syaikh. Dari setiap Syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah ada hadits padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga)". (Lihat as-Siyar:12/407, al-Bidayah 11/22) 

Sebelum meninggal, Imam al-Bukhari رحمَ الله pernah menyatakan, "Aku telah menulis (hadits) dari 1080 orang. Semuanya adalah ahlul hadits. Mereka semua meyakini, Iman adalah qaul dan amal, berrtambah dan berkurang'. (as-Siyar:12/395) 

Kota Baghdad beliau masuki sampai delapan kali. Dan setiap memasukinya, beliau berjumpa dan berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal رحمَ الله. Imam Ahmad menganjurkan beliau untuk bermukim di Baghdad saja, tidak di Khurasan. 

Di antara nama Ulama besar yang menjadi guru beliau: 
Imam Ishaq bin Rahuyah, Imam Muhammad bin Yusuf alFiryabi, Imam Abu Nu'aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ali bin al-Madini, Imam Yahya bin Ma'in, Imam Makki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdan bin Utsman, Imam Abu Ashim an-Nabil, Muhammad bin Isa ath-Thabba', Khalid bin Yazid al-Muqri" murid Imam Hamzah, dan masih banyak lagi.  

Tidak mengherankan bila jumlah guru beliau sangat banyak. Tampaknya jumlah guru yang besar ini disebabkan oleh dua faktor: 

(1) Imam al-Bukhari رحمَ الله memulai perjalanan ilmiahnya sejak belia dan 
(2) banyak kota yang beliau datangi untuk tujuan yang mulia tersebut. 

KEKUATAN HAFALAN IMAM AL-BUKHARI 

Kekuatan hafalan Imam al-Bukhari رحمَ الله sudah terakui oleh para Ulama di masanya. Bahkan banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suaru kitab hanya dengan membacanya sekali saja. 

Hasyid bin Isma'il pernah menceritakan, "Dahulu Abu Abdillah (Imam al-Bukhari) bersama kami mendatangi para guru Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya, "Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. 

Apa yang kamu perbuat sebenarnya? Enam belas hari kemudian, Imam al-Bukhari رحمَ الله akhirnya menjawab, 'Kalian telah sering bertanya dan mendesakku.

Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis'. Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya, ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan-catatan kami melalui hafalannya. 

Kemudian ia berkata, "Apa kalian sangka aku bersama kalian hanya main-main saja dan menyianyiakan hari-hariku?!" Maka, kami pun sadar, tidak ada seorang pun yang melebihinya".  

Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan kedatangan Abu 'Abdillah (Imam al-Bukhari) ke kota mereka. Dengan sengaja, mereka itu mempersiapkan seratus hadits dan kemudian menukar dan merubah matan dan sanadnya. 

Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan dilontarkan kepada Abu Abdillah sebagai bahan ujian kekuatan hafalannya. Orang-orang pun berkumpul di dalam majlis. Orang pertama menanyakan kepada Imam al-Bukhari رحمَ الله sepuluh hadits yang ia miliki satu persatu. 

Setiap kali ditanya, Imam al-Bukhari menjawab, sampai hadits yang kesepuluh, "Saya tidak mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan). Para Ulama yang hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, "Orang ini (benar-benar) paham". Sementara orang yang tidak tahu tujuan majlis itu diadakan menilai Imam al-Bukhari رحمَ الله sebagai orang yang lemah hafalannya. 

Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama. Dan setiap kali mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, "Aku tidak mengenalnya". Selanjutnya tampil orang ketiga sampai orang terakhir. Dan komentar beliau pun" tidak lebih dari ucapan, 'Aku tidak mengenalnya". 

Setelah semua selesai menyampaikan hadits-haditsnya, Imam al-Bukhari رحمَ الله menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan, "Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang ketiga mestinya demikian, sampai membenarkan hadits yang kesepuluh. Setiap hadits beliau satukan dengan matanmatannya yang benar. 

Beliau melakukan hal yang sama kepada para 'penguji' lainnya sampai pada orang yang terakhir. Akhirnya, orang-orang pun betul-betul mengakui akan kehebatan hafalan beliau.  

Di Samarkand, beliau pun menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan haditshadits yang sanad-sanad dan nama rijal (para perawi) yang telah dicampuradukkan, menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan hadits bukan pada sanadnya. 

Lantas, mereka membacakan hadits-hadits dan sanad-sanadnya yang sudah campur-aduk ini ke hadapan Imam al-Bukhari رحمَ الله. Dengan sigap, beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. 

Para Ulama yang menyaksikan itu, tidak mampu menjumpai satu kesalahan dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para perawi. (Lihat as-Siyar 12/411, al-Bidayah 11/22) 

Dua kejadian ini sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat Imam al-Bukhari رحمَ الله, sebab tanpa persiapan sedikit pun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi , ternyata beliau mampu melewati 'ujian' tersebut. Abu Ja'far pernah menanyakan kepada Abu Abdillah, "Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?". "Tidak ada yang kabur pada (hafalan)ku seluruhnya". (As-Siyar:12/403) 

Abu Abdillah pernah bercerita tentang dirinya, "(Suaru ketika) aku mengingat-ingat murid Anas. Dalam sekejap 300 orang terbetik dalam ingatanku". 

Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi seseorang untuk menguatkan hafalannya.  Kata beliau: Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan).

BETAPA BANYAK HADITS YANG BELIAU HAFALKAN 

Gelar Amirul Mukminin dalam bidang hadits yang melekat pada Imam al-Bukhari رحمَ الله sudah tentu berlatar belakang akan kedalaman penguasaannya yang mengungguli lainnya terhadap hadits dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya pemahaman, hafalan dan seluk-beluk terkait derajat rijalul hadits (para perawi hadits). Aspek banyaknya hafalan beliau terhadap hadits pun pastilah sangat menonjol. Hal ini sudah diakui dan diceritakan oleh murid-murid beliau maupun Ulama lainnya.

Saking banyaknya hadits shahih yang beliau hafal, Imam Al-Fallas رحمَ الله sampai berkata, "Setiap hadits yang tidak dikenal oleh al-Bukhari bukanlah hadits shahih". 

Tidak hanya hadits shahih saja yang beliau hafalkan, hadits-hadis yang tidak shahih juga menjadi perhatian beliau. Imam al-Bukhari رحمَ الله pernah berkata, "Aku menghafal seratus ribu hadits shahih, dan dua ratus ribu hadits yang tidak shahih".

ANTARA ILMU DAN AMAL 

Imam al-Bukhari رحمَ الله juga menjadi teladan dalam ibadah dan akhlak sebagai bentuk pengamalan ilmunya. Setiap malam, beliau mengerjakan shalat malam sebanyak 13 rakaat, dan setiap malam dalam bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan bacaan al-Qur'an. Beliau berinfak dan bersedekah di siang dan malam. 

Beliau dikenal sebagai orang yang pemberani, pemaaf, banyak berderma, berbudi pekerti luhur, zuhud terhadap dunia dan hati-hati dalam berbicara. Termasuk saat melakukan jarh (kritik), beliau menggunakan ungkapan yang halus untuk menilai perawi yang bermasalah atau berderajat lemah.

PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AL-BUKHARI رحمَ الله 

Melihat reputasinya, pantaslah beliau mendapat pujian. Pujian mengalir kepada Imam al-Bukhari dari para Ulama di masa itu, baik dari guru-guru maupun teman-temannya. Imam Ahmad bin Hanbal (salah seorang gurunya) mengatakan, 'Negeri Khurasan tidak pernah melahirkan seperti dirinya'. 

Ini jelas merupakan syahddah (persaksian) yang sangat istimewa karena disampaikan oleh Imam Ahli Sunnah wal Jamaah. Imam Ishaq bin Rahuyah رحمه الله (gurunya) berkata, "Seandainya dia (al-Bukhari) hidup di masa Hasan al-Bashri رحمه الله pastilah orang-orang membutuhkannya karena 
penguasaan dan pemahamannya terhadap hadits". 

Muhammad bin Basysyar (gurunya) berkata, "Huffazh (Ahli Hadits) di dunia ada empat: Abu Zur'ah dari Ray, adDarimi dari Samarkand, Muhammad bin Ismail dari Bukhara dan Muslim dari Naisabur".  Imam Qutaibah رحمَ الله berkata, "Seandainya Muhammad (bin Ismail al-Bukhari) hidup di kalangan Sahabat maka ia adalah mukjizat". 

Imam Raja al-Hafizh رحمَ الله mengatakan, "la adalah salah satu tanda kekuasaan Allah yang berjalan di atas bumi". Imam Ibnu Khuzaimah رحمَ الله (salah seorang muridnya) berkata, Aku belum pernah melihat di bawah langit orang yang lebih mengetahui hadits Rasulullah, lebih kuat hafalannya daripada Muhammad bin Isma'il al-Bukhari رحمَ الله

Imam at-Tirmidzi رحمَ الله (salah seorang muridnya) berkata, "Aku belum pernah melihat di Irak, tidak juga di Khurasan, seseorang yang lebih paham tentang 'ilal, tarikh dan pengetahuan mengenai sanad hadits dibandingkan Muhammad bin Isma'il".

MENJADI GURU PARA IMAM HADITS 

Penguasaan Imam al-Bukhari رحمَ الله yang mendalam dalam bidang ilmu hadits, sudah menonjol sejak beliau remaja. Banyak orang datang berduyun-duyun mendatangi beliau baik di majlis maupun di tempat lainnya. 

Pernah, orang-orang berilmu dari kota Basrah berjalan di belakang beliau untuk mendengarkan hadits dan akhirnya mereka bisa menghentikan beliau di satu jalan. Ribuan orang duduk berkumpul di dekat beliau. Kebanyakan dari mereka menulis riwayat dari beliau. Waktu itu, beliau masih seorang remaja yang belum tumbuh jenggotnya. Beliau dminta untuk duduk di satu jalan dan memperdengarkan riwayat-riwayat hadits. 

Kedalaman ilmunya dalam bidang hadits yang didukung oleh intelegensi dan daya ingat yang luar biasa, serta pemahaman tentang kandungan hadits dan penguasan rijaalul hadits dan illah-illahnya membentuk beliau menjadi seorang pakar hadits terkemuka sepanjang zaman. 

Kelebihan-kelebihan ini jelas menarik minat para penuntut ilmu untuk menghadiri majlis ilmunya. Banyak nama-nama terkenal menghiasai daftar orangorang yang berguru pada Imam al-Bukhari رحمَ الله. Di antara mereka adalah, Imam Muslim رحمَ الله, Imam at-Tirmidzi رحمَ الله, Imam Abu Hatim رحمَ الله, Imam Ibnu Abi Dunya رحمَ الله, Imam Ibrahim bin Ishaq al-Harbi رحمَ الله, Imam Ibnu Khuzaimah رحمَ الله.

DOANYA MUSTAJAB 

Imam Ibnu Katsir رحمَ الله dalam al-Bidayah (11/24) menyebutkan bahwa Imam al-Bukhari رحمَ الله termasuk orang yang mustajabu dawah, doanya dikabulkan. Kejadiannya, gubernur kota Bukhara mengusirnya dari kota itu. Atas pengusiran yang tidak berdasar itu, Imam al-Bukhari رحمَ الله pun berdoa. 

Sebulan belum genap berjalan, sang gubernur diberhentikan dan dipenjarakan di Baghdad sampai meninggal di dalamnya. Orang-orang yang ikut berperan dalam pengusiran Imam al-Bukhari pun mengalami musibah. Beliau pun pindah menuju satu daerah bernama Khortank, tinggal bersama beberapa kerabat di sana.

IMAM AL-BUKHARI رحمَ الله WAFAT 

Usai mengisi hari-hari kehidupannya dalam kesibukan menyebarkan ilmu (hadits), ajal yang telah ditentukan menjemput Imam al-Bukhari رحمَ الله. Beliau sempat sakit sebelum meninggal. Wafat pada malam Sabtu, malam hari raya Idul Fitri, tahun 256H dalam usia 62 tahun. 

Jenazah  beliau  ditutup  dengan  tiga lembar kain putih, tanpa mengenakan qamis, maupun imamah, sebagaimana isi wasiat yang beliau sampaikan sebelum meninggal. Saat proses pemakaman jenazah, tersebar aroma wangi yang lebih harum dari minyak misk dari kuburnya dan sempat bau harum itu bertahan selama beberapa hari. 

Banyak ilmu bermanfaat yang telah beliau wariskan bagi seluruh kaum Muslimin. Ilmu beliau tidak putus, tetap mengalir atas usaha-usaha baik yang telah curahkan dalam hidupnya. Kitab-kitab yang beliau wariskan kepada umat Islam yaitu Shahih al-Bukhari, al-Adabul Mufrad, at-Tarikh ashShaghir, at-Tarikh al-Kabir, at-Tarikh al-Ausath, Khalqu Af'ali al-'Ibad, juz fi al-Qira’ah khalfal Imam. Dan lainnya.

Wallahu a'lam.

0 Response to "IMAM AL-BUKHARI "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel